Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani)
yang berarti ”berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri
ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Sekarang
kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan
untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997). Menurut Wall dan
Jellinek, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada
abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk
kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya
baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20 (Tranggono, 2007).
Sejak semula kosmetik merupakan salah satu
segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu
adalah juga pakar kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat
keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara
kosmetik dan obat, baik dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya
(Wasitaatmadja, 1997).
Defenisi kosmetik dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 september 1976 yang menyatakan
bahwa kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,
dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam,
dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk
membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak
termasuk golongan obat.Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar